Thursday, May 17, 2007

IT'S NOT A LINEAR EQUATION INDEED

Sekitar jam 9.30 pagi hp saya berdering. Ternyata ada incoming call dari suami yang memberitahu saya bahwa baru saja suami berbincang2 dengan guru les mbak zaza. Menurut gurunya, mbak zaza memang punya kelemahan di vocabulary dan sentence structure. Terpengaruh dengan singlish demikian kata gurunya. Tapi overall mbak zaza sudah menunjukkan progress terlihat dari tulisan2 yang dibuat selama ini. Sang guru pun reassured my husband need not to worry. “As long as the progress is there, she’ll be doing fine. However, it’s strongly encouraged that she reads more books and they are not only fiction books but also non fiction ones to broaden her vocabulary record”.

Kemarin hasil ujian SA1 untuk bahasa Inggris sudah keluar. Hasilnya? Alhamdulillah bagus menurut saya…..Kok menurut saya? Ya, karena nilai yang diperoleh mbak zaza belum tentu dianggap bagus oleh orang tua lain. Well, never mind. I really don’t want to meddle with other parents’ business. Saya berusaha untuk melatih diri to keep my expectation over mbak zaza’s exam result in check.

Pada awalnya saya sulit untuk bersikap seperti ini. Previously, I definitely hung my expectation over anything or anyone quite high entah itu terhadap diri saya sendiri atau orang2 di sekitar saya. Jaman sekolah dulu, jika saya belajar dengan sungguh2, biasanya hasil sesuai dengan harapan. Tetapi bila cara belajar saya wes ewes ewes bisa dipastikan nilainya bablas amblas. Bila diumpamakan dengan persamaan linier dalam matematika y = mx + c dimana m dan c diambil konstanta positip sehingga harga y tergantung dari besarnya x. Semakin besar x, y akan semakin besar pula.. Hal inilah yang kemudian menjadi pelajaran buat saya adalah hukum pendekatan itu tidak berlaku dalam kehidupan.

Dua tahun yang lalu, saya mengambil partime course di salah satu lembaga pendidikan bahasa. Beberapa faktor antara lain besarnya biaya course dan kondisi dimana saya merasa sebagai ‘anak bawang’ diantara para peserta course, forced me to do extra work. Dan itu memang saya lakukan. Belajar hingga dini hari. Bahkan saat lebaran pun dimana keluarga kumpul, saya mengasingkan diri ke kamar atas. Ditemani oleh laptop, buku-buku dan artikel-artikel, saya fokus dengan urusan jawab menjawab quis. Saat ijazah beserta hasil ujian akan dibagikan, saya punya keyakinan bahwa nilai tidak akan meleset jauh dari harapan. Unfortunately, kenyataan berbicara lain. Hati rasanya seperti diremas2, sangat kecewa dan itu berlangsung berhari-hari. Mau tidak menangis tapi air mata terus mengalir.

I should have learned my lesson. Hanya saja untuk mengubah sifat yang sudah sedemikian rupa tidak mudah. Jika kekecewaan menyelinap tanpa permisi, masih saya tumpahkan dalam bentuk emosi yang meledak2. Sampai suatu saat saya melihat bagaimana mbak zaza merasa takut untuk memberitahukan hasil ujian matematikanya kepada saya karena nilainya yang dia tahu pasti tidak memuaskan saya. Itu adalah kartu mati untuk saya.

Hari ini, mbak zaza dengan suara pelan memberi tahu bahwa hasil SA1 science nya tidak sebagus English and Math. Lagi, perasaan kecewa itu mulai terasa. But I firmly said to my self that I had to curb my disappointment in low level. I wouldn’t vent it out in the form of anger. Setelah selesai sholat, saya ceritakan kekecewaan yang saya rasakan kepada mbak zaza. Bukan karena hasil yang sudah didapat tetapi lebih pada cara mbak zaza belajar. Memang untuk pelajaran ini she didn’t study as hard as she did with the other two subjects. Sungguh hanya dengan izin Allah, perkataan saya mengalir tanpa ada nada marah. Kami berdua menangis. Setelah semua unek2 dikeluarkan, nasehat diuraikan, dipercakapan diakhiri dengan pelukan dan ungkapan sayang saya terhadapnya. MasyaAllah. Nikmat rasanya bila kekecewaan itu tidak dilampiaskan dengan amarah. Suara tidak menjadi serak dan yang utama tidak ada hati yang terlukai. Alhamdulillah ya Allah. Bantu saya untuk tetap istiqamah dengan sikap ini, bahwa hasil dari suatu usaha yang dilakukan sepenuhnya hak Allah.

2 comments:

Anonymous said...

"MasyaAllah. Nikmat rasanya bila kekecewaan itu tidak dilampiaskan dengan amarah. Suara tidak menjadi serak dan yang utama tidak ada hati yang terlukai"
Mbak endang, ajarin dakuw dong supaya bisa menyerap dan mengaplikasikan ilmu ini. Marka masih 50/100 neh:(

bundazazaqoni said...

aduuuh mala gimana ngajarinnya yach...sejak saya membaca buku2nya irawati istadi,saya bertekad untuk memperbaiki diri. membaca buku2 beliau seolah2 saya sedang berkaca dan kelihatan banget jeleknya...